Brian, remaja berusia 17 tahun ini memang unik. Disaat orang lain inginkan hidup yang bahagia, ia malah ingin merasakan bagaimana rasanya hidup susah. Hidup dikeluarga yang serba kecukupan tidak menjadikannya sosok yang angkuh dan sombong. Walaupun Brian anak bungsu, ia tidak manja sama sekali. Berkepribadian yang menyenangkan, itulah Brian.
Pagi itu memang tak secerah biasanya. Namun tidak menghalangi Brian tuk tetap ke sekolah. Walaupun menurutnya sekolah itu membosankan, bukan berarti ia menjadi malas dan mengabaikan hidupnya di masa mendatang.
“woy..bro, nanti pulang sekolah lo mau ikut gue ga?” Tanya Jojo, salah satu teman Brian.
“kemana?” Brian kembali bertanya pada Jojo.
“biasa lah, katanya mau ngerasain hidup susah. Kalo lo ga mau ikut juga ga papa sih gue ga maksa.” Jawab Jojo.
“hmm.. ya udah, nanti lu tunggu gue ya, biasalah sebelum pulang gue mau nemuin bini gue dulu, hehe..” Brian meng’iya’kan ajakan Jojo.
“ya udah, awas lo kalo lama gue tinggal.” Ancam Jojo. Namun hanya dibalas senyuman oleh Brian.
Bel tanda berakhirnya pelajaran pun telah berdering. Brian langsung menemui Lola.
“Leeek……” terdengar suara yang sudah tak asing lagi bagi Brian.
“kebiasaan banget sih teriak-teriak gitu, malu tau.” Bentak Brian. Namun malah dibalas cubitan oleh Lola.
“sakit tau Bek.” Ucap Brian.
“biarin, abisnya Lek galak sih.” Jawab Lola.
“hehe..gitu aja dibilang galak. Oia, maaf ya Bek aku ga bisa temenin kamu lama-lama. Aku ada janji sama Jojo.”
“ia ga papa. Aku juga mau langsung pulang ko.” Kata Lola.
Tidak lama kemudian mereka berpisah. Lola pulang dan Brian menemui Jojo.
“mau bawa gue kemana lo?” Tanya Brian
“ada deh, sabar dong! Nanti juga lo tau.”
Dengan sabar Brian dan Jojo menuju tempat yang di tuju. Sampailah di sebuah tempat makan yang tidak terlalu besar. Namun sangat ramai didatangi pengunjung.
“dah sampe nih.” Kata Jojo.
“ngapain lo bawa gue ke tempat ini? Gue ga mau makan disini.” Ucap Brian.
“siapa juga yang mau ngajak lo makan disini. Lo lihat deh disana.” Kata Jojo sambil menunjuk selembar kertas yang ditempel oleh pengelola tempat tersebut yang bertuliskan ‘lowongan kerja’.
“ooh… gue ngerti sekarang.” kata Brian.
“ya udah tunggu apa lagi, ayo kesana.” Ujar Jojo.
Setelah menemui pengelola kafe tersebut mereka langsung diterima kerja di tempat itu. Awalnya mereka agak canggung dan lambat, namun setelah beberapa saat akhirnya mereka terbiasa. Walaupun hanya kerja part time, Brian cukup senang. “akhirnya kehidupan yang gue mau ga cuma ada di fikiran gue.” Katanya dalam hati.
“tenyata nyari uang ga gampang ya.” Ujar Brian dengan napas yang tersenggal-sengal.
“ia yah, cape banget.” Jawab Jojo.
Dengan tenaga yang tinggal sedikit, mereka beranjak pulang. Ada kepuasan yang tersirat dalam diri Brian. Sesampainya di rumah Brian langsung merapikan bajunya dan memberi salam pada ibunya. Namun, ia langsung dihujani pertanyaan dari ibu.
“dari mana kamu? Jam segini baru pulang?” Tanya ibu.
“abis main mah sama Jojo.” Jawab Brian. Kelelahan yang tersirat, terlihat oleh ibu.
“ya udah, mandi sana dan jangan lupa sholat.”
“iya mah.”
Tak terasa Brian dan Jojo sudah hampir satu bulan bekerja di kafe tersebut. Memang semua berjalan dengan lancar, namun ada sesuatu yang mengganggu fikiran Brian. Lola, bagaimana jika Lola tau jika selama ini aku bekerja di sini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dan menganggu Brian.
“Jo, menurut lo, kalo Lola tau gue kerja gimana ya?” Tanya Brian.
“Cuma ada dua kemungkinan. Satu, Lola marah dan ilfiel sama lo. Yang kedua, dia malah salut dan bangga sama lo.
“kayanya gue harus bilang ini deh sama Lola.” Ujar Brian dengan ragu.
“ya, itu si urusan lo. Gue ga mau ikut campur urusan pribadi lo.” Jawab Jojo.
Keesokan harinya Brian menemui Lola di sekolah. Dengan ragu-ragu Brian mulai menceritakan semuanya pada Lola. Apapun reaksi Lola akan Brian terima walaupun menyakitkan. Tak seperti perkiraan Brian, Lola dapat mengerti semua itu dan ia tidak keberatan sama sekali dengan pekerjaan Brian.
“bener kamu ga marah?” Tanya Brian ragu.
“ia, aku ga marah sama kamu. Mama kamu tau ga kalau kamu kerja?” Tanya Lola
“ga tau. Bisa abis aku dimarahin kalau mama aku tau.” Jawab Brian.
“loh ko?” Lola kembali bertanya.
“nanti kapan-kapan aku cerita sama kamu. Maaf ya, Jojo dah tunggu aku. Aku harus pergi sekarang.” Ujar Brian.
“ya udah. Hati-hati ya.”
Alangkah leganya Brian mengetahui Lola tidak keberatan sama sekali jika ia bekerja. Pekerjaan yang menumpuk di kafe itu menjadi hal yang menyenangkan untuk Brian. Tak ada lagi gundah yang menganggu hati dan fikirannya. Tenanglah sudah hati Brian. Jojo yang melihat wajah Brian merona hanya dapat tersenyum menanggapi kebahagiaan sahabatnya itu.
Tak seperti biasanya, pekerjaan Brian cepat selesai. Namun ia masih harus membantu Jojo. Tepat pukul 17.35 semua pekerjaan telah selesai. Semua pegawai dipanggil oleh pengelola. Hari ini adalah penerimaan gaji pertama untuk Brian dan Jojo. Walaupun tidak terlalu banyak namun Brian sangat senangkarena itu adalah hasil dari jerih-payahnya sendiri.
Sesampainya di rumah, ibu yang curiga dengan tingkah Brian langsung menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan.
“darimana kamu?” Tanya ibu.
“biasa mah dari rumah Jojo.” Jawab Brian santai menanggapi pertanyaan ibunya.
“kamu tuh ya, main terus kerjaanya. Bukannya belajar malah asik-asikan main.” Ibu memarahi Brian sambil menasihatinya.
“ia mah, Brian ga lupa belajar ko.” Jawab Brian sambil ngacir ke kamarnya untuk menghindari omelan-omelan ibunya.
Di kamarnya Brian langsung merebahkan diri di tempat tidur. Alangkah bahagianya Brian mengetahui Lola tidak keberatan dengan pekerjaannya, ditambah lagi dengan di berikannya upah ia bekerja selama satu bulan penuh. Saking lelahnya Brian ia sampai ketiduran setelah seharian penuh beraktivitas.
Keesokan harinya. Hari-hari Brian berjalan seperti biasa. Pagi hari sekolah, siang harinya bekerja.
Drrrt…drrrt…drrrt…
Handphone Brian bergetar. Tertulis “my home” di handphone Brian. Ternyata telepon dari ibunya yang menyuruh Brian agar cepat pulang. Untung saja semua pekerjaannya telah ia selesaikan. Ia segera berpamitan dengan teman-temannya.
“tumben banget mama nyuruh pulang?” Tanya Brian dalam hati.
Dalam perjalanan menuju rumah ia di landa kecemasan. Dari nada bicara ibunya sepertinya ada hal yang cukup serius. Tak lama kemudian, Brian sampai ke rumah. Tak seperti biasanya, ada kakak-kakak Brian juga.
“kenapa mah? Tumben semuanya pada kumpul?” Tanya Brian penasaran.
“selama ini kamu ga main kan sama Jojo, tapi kamu kerja di kafe.” Ibu yang sudah marah langsung to the point pada inti permasalahan.
Tubuh Brian bagai dihujani batu yang besar. Semua kecemasan dan takut bercampur dalam hati dan fikirannya.
“kenapa kamu kerja kaya gitu? Uang jajan kamu kurang?” Tanya ayah.
“ga ko pa, uang jajan aku cukup.” Jawab Brian sekenanya.
“lalu apa?” Tanya ayah lagi. Suasana menjadi hening sejenak. Tak lama kemudian Brian menjawab pertanyaan ayahnya.
“aku ingin merasakan bagaimana susahnya menjalani hidup. Selama ini yang aku tau hanya menghabiskan uang. Sejak aku lahir, hanya kesenangan yang aku dapatkan. Ga seperti kakak yang ngerasain gimana susahnya hidup. Maafin aku pah, mah, yang udah bikin kalian kecewa sama aku.” Brian memberanikan diri menjelaskan semuanya.
Tuk beberapa saat keadaan menjadi hening. Brian hanya menunduk. Kakak-kakak Brian pun tidak berkata apapun. Akhirnya ayah berbicara lagi.
“niat kamu memang baik, papah salut sama kamu. Tapi bukan kaya gini cara kamu memaknai hidup. Suatu saat nanti kamu akan mengalaminya juga. Persiapkan diri kamu dengan cara belajar dengan baik. Hanya itu tugas kamu. Biar papa yang cari uang.” Ayah menanggapi omongan Brian.
“lagian, ada-ada aja sih de, pake kerja segala.” Riry,(kakak Brian) mamberikan komentarnya.
Brian hanya bisa memberikan cengiran pada kakak pertamanya itu.
“ya udah, mandi sana. Jangan lupa belajar.” Kata ibu.
Brian langsung ke kamarnya. Walaupun agak kecewa namun ia sadar. Semua yang dikatakan ayahnya memang benar. Tugasnya hanya belajar untuk menghadapi masa depannya nanti. Terlihat seberkas senyum indah dari bibir Brian. Senyum kebahagiaan karena memiliki keluarga yang saling peduli satu sama lain.
TAMAT
By: Ade Siti Ratna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar